Tokoh:
1.
Ibu Etik :
wakil Kepala Sekolah
2.
Ibu Ratna : putri tunggal Kepala Sekolah Candra Aji
3.
Pak Derman : sahabat Ibu Ratna
4.
Bapak
Candra Aji : Kepala Sekolah Panglima
Soedirman
5.
Aryun :
murid yang menginginkan perubahan
6.
Jaka : teman Aryun yang
merupakan anak dari pembantu Aryun
7.
Shinta :
murid baru di Sekolah Panglima Soedirman
8.
Pak Jupri : tukang kebun dan kepala kebersihan Sekolah
Soedirman
Adegan
I
PROLOG (Ibu Ratna duduk termenung
memegang sebuah buku tebal).
Ibu Ratna: “Ini cerita yang telah lama
aku pendam bukan ingin aku mengukitnya sebagai sebuah kesalahan, namun ini
pelajaran terbesar dalam hidupku, yang mengubah hubungan pemimpin dengan
rakyatnya. Sungguh arti sebuah kepemimpinan di unit paling kecil yang selalu
dianggap tidak berarti namun justru inilah yang menjadi sebuah kerangka sendi
kehidupan suatu Negara. Sekolah Panglima
Soedirman nan megah yang sangat aku cintai berdiri di awal abad ke-21, hari ini
adalah hari jadimu ke-85, dengan perubahan yang cukup besar. Sekolah khusus
kepemimpinan ini menjadi pilar penting dalam membentuk pemimpin masa depan yang
cakap, tegas, jujur, berkomitmen, dan ahli dalam bidangnya.”
Adegan II
(flashback) Suasana ruang kepala sekolah. Terlihat sesosok pria setengah baya duduk di
ruang kerja.
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Kita harus melenyapkan kelemahan-kelemahan gaya kepemimpinan orde
lama, orde baru ataupun seterusnya-seterusnya. Ini saatnya kita terapkan
bagaimana membentuk pemimpin yang lurus dengan batas-batas aturan yang
ditetapkan. Buku ini akan meluruskan pola pendidikan kita, aturan,
kedisiplinan, dan ketaatan dalam buku ini harus kita tegakkan bagaimanapun
juga. Hukuman keras dan fisik yang mampu membuat anak didik kita kapok. Kita tak boleh lepas sedikit pun dari buku putih ini.”
Ibu Etik: “Betul
Pak, beberapa puluh tahun yang lalu masyarakat kita dicekoki dengan paham perubahan
besar dengan istilah “ini” dan “itu” namun apa akibatnya wilayah terancam,
penerapan kebebasan yang ngawur aturan dibuat untuk dilanggar. Kita harus
menumbuhkan rasa enggan dan wibawa, iya to, Pak?”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Hem! Awasi anak-anak, Bu, Anda sebagai wakil saya di sekolah ini
semoga bisa menjalankan tugas dengan baik dan “sempurna”.
Ibu Etik:
“Siap, Pak! Dengan berpegang pada buku putih ini saya siap menindak siapapun
yang tidak mengindahkannya. Oya Pak, Ibu Ratna kapan datang dari Jerman?”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Besok pagi, pukul 10.00 WIB. Sesuai buku putih, tolong siapkan
upacara penyambutan mereka. Ratna, anakku itu akan kujadikan penggantiku kelak.
Usaha keluarga Sekolah Soedirman ini akan kuwariskan kepadanya. Dan jangan lupa
murid baru kita apa sudah kamu urus? Jangan sampai kita merugi! Jangan lupa
atur semua untuk kelangsungan sekolah ini.”
Ibu Etik: “Baik
, Pak, segera saya siapkan.”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Oke, saya ada urusan sebentar. Tolong urus sekolah dulu. Permisi!” (keluar ruangan)
Ibu Etik :”Semua
dekorasi, pesta, dan makanan akan saya pesankan dengan tarif tertinggi di sini
(penuh bergaya). Kalau tentang anak baru itu, hemmm…hem…(berpikir) Shinta Mala
Dewi, putri dari Jendral Tentara Keamanan itu uang registrasinya sudah saya
naikan 5% dan uang asrama sudah saya naikan 10%, Beliau juga telah menandatangi
angket penyerahan kekuasaan. Semua sudah beres! Dan besok pertama kali ia akan
ikut dalam kelas saya.”(tertawa kebahagiaan)
Ibu Etik
sebagai orang yang paling tua di sekolah ini dan merupakan kakak sekaligus
orang kepercayaan Bapak Candra Aji bergegas meninggalkan ruang rapat tertutup
antara mereka.
Adegan III
Di Asrama Sekolah.
Jaka : “Aryun, andai saja aku tidak mendapat
kebaikan ayahmu aku tidak bakalan masuk sekolah ini!”
Aryun : “Maksudmu kamu menyesal masuk sekolah gila
ini?”
Jaka :”Ah kamu ini, ayah kamu kan pejabat teras
di Negara ini sekaligus penyumbang dana besar, lho, mimpi apa ya bisa masuk
sekolah sebesar ini?Baru sebulan aja aku minder, Ary. Aku kan hanya…”
Aryun :”Kacung maksudmu, jangan berkata seperi itu, ayahku
tidak sembarangan memilih kamu disekolahkan di
sini,ia tahu potensi kamu. Sekali lagi kamu ini bukan kacung tapi sudah
aku anggap sebagai kakakku, Bro!”(sahut
Aryun sembari memainkan laptopnya yang baru di era kini)
Jaka :”Makasih, Bro. Tapikan ayahmu telah mengeluarkan banyak uang buatku?apa yang
harus aku buat untuk beliau?”
Aryun :
(serius) “Tidak, kamu masuk sini murni karena kepandaianmu justru aku yang
telah mengeluarkan banyak uang. Sebenarnya sekolah ini bukanlah sekolah yang
murni untuk anak yang pandai pantas menjadi pemimpin dunia tapi sekolah ini
adalah sekolah untuk para anak pejabat yang ingin menjabat. Tunjukkan
kemampuanmu, Jak.”
(santai)
“Ah, Yang penting besok! Bagaimana caranya kita lolos dari tes yang diberikan
Ibu Etika yang suuupeeer saklek dengan aturan, tanpa belas kasih dan
perikemanusiaan itu. Apalagi Ibu Etik itu guru kepribadian dan kepemimpinan
yang nilainya memiliki bobot 50% untuk kelulusan, bagaimana ini?”
Jaka :”Ya
sudahlah, Aryun. Kita belajar dan harus menghafal semua pasal-pasal dari buku
panduan buku putih yang akan menjadi pedoman kita kelak.”
Aryun :”Buku
putih…buku putih…buku terkutuk itu! Selalu
buku terkutuk itu, kenapa kita harus saklek sama buku itu? Bukannya kita hidup
dan akan menjadi pemimpin yang baik jika kita belajar dari pengalaman bukan
dari aturan yang telah dibukukan tebal tanpa ada pengalaman lain? Memang banyak
lulusan sekolah ini menjadi pemimpin namun menurutku mereka seperti mesin induk
yang hanya mengerjakan sesuatu yang statis dan tidak inovatif. Tidak memajukan
bangsa.”
Jaka :”Eh…”(berpikir)
Aryun :”Santai aja aku punya ide (membisikkan di telinga
Jaka).”
Jaka : (cemas)”Hey, Jangan ngawur! Dasar
gemblung kamu mau menyebarkan virus pada data teman-teman kita? Kalau ketahuan
kan kita bisa dihukum sangat berat? Itu juga akan mengubah pertanyaan yang
diberikan Ibu Etik.”
Aryun : “Iyalah, dengan virus yang aku temukan ini
akan membuat semua pertanyaan yang diberikan akan dikoreksi terbalik atas
jawabannya, bagus kan? Dan aku jamin Ibu Etik tak akan bisa melacaknya. Kan di
buku putih itu tak ada cara melacak virus?”
Jaka : “Aku tak ingin ikut campur lho”
Aryun :”Sudahlah, aku yang tanggung. Apa kamu mau
malam ini tidak tidur memikirkan buku putih ditambah menghafalkan teori-teori
tidak penting ini. Apa tidak mumet? Menghafalkan materi dengan sempurna sama
seperti hafal kamus tapi tidak benar melafazkannya apalagi menggunakannya. Toh,
kepribadian dan kepemimpinan kan tidak diatur buku melainkan dari kematangan
dan keterbukaan wawasan serta pengalaman hidup. Cara mengajarnya itu sudah
seperti zaman mbah Buyut-buyutku buyutku lagi.”
Jaka : “Oke, aku dukung, tapi aku takut!”
Aryun :”Kalau tidak sekarang kapan lagi kita
mengubah masa depan sekolah ini. Aku heran mengapa Pak Candra masih aja mempercayakan
semuanya ditangan kakaknya itu yang kolot dengan berpegangan buku putih itu?”
Jaka :”Ya sudahlah. Semoga semua sistem
pengajaran di sekolah ini akan berubah.”
Adegan IV
Memasuki
halaman sekolah, Ibu Ratna dan Pak Derman heran melihat tidak adanya
pembangunan di sekolah itu padahal sekolah itu telah ditinggalkannya selama 5
tahun. Kecurigaan Ibu
Ratna akan mekanisme kerja di sekolah itu pun semakin kuat.
Pak Derman: “Apa
kita tidak memberitahu ayah kamu dulu akan kedatangan kita yang lebih
cepat 5 jam ini? Ini masih jam 5 pagi.”
Ibu Ratna:”Tidak
perlu aku sedikit kurang suka akan acara bermewah-mewah, sambutan besar yang
membuang-buang dana. Semua itu pasti aka nada karena semua itu telah diatur di
buku putih buku kehidupan sekolah Panglima Soedirman yang ingin aku enyahkan. Ada
baiknya digunakan untuk yang lain. Sambutan yang tidak perlu sebegitunya,
karena aku tahu betul buku putih yang pernah kupelajari selama 3 tahun yang berisi
prosedur-prosedur bak prosedur seorang Raja dengan adat istiadat yang
mengelilinginya. Kamu tahu itu kan?”
Pak Derman:”Oke
lah,aku percaya cerita kamu deh! Selama di kampus kamukan selalu cerita itu.
Memangnya mekanisme kolot itu masih diterapkan di sekolah yang katamu elit itu?”
Ibu Ratna: “Iya,
itu masih diterapkan bahkan akan diterapkan sampai ada yang mengubah tapi kalau
tak ada yang mengubah mungkin semua itu akan selalu ada. Sistem yang kolot dan ditaktor, menekan siswanya. Saya
juga curiga akan adanya manipulasi system kerja di sini.”
Pak Derman :”
Lalu apa yang akan kita lakukan?”
Ibu Ratna :
“Man,sebaiknya kita bagi tugas saja Anda mengevaluasi bagaimana cara pengajaran
pada murid-murid di kelas, saya yang akan mengecek data perbendaharaan
manajemen dan berkas lainnya,oke! Tolong awasi Ibu Etik, aku curiga padanya.
Ayahku terlalu mempercayakan semua perihal sekolah pada ibu Etik setelah
kakekku yang telah membangun dan memajukan sekolah ini meninggal. Kakekku
memang menerapkan sistem kedisiplinan melalui buku putih itu, tapi semenjak
meninggalnya kakekku sepertinya buku itu telah menjadi buku terkutuk. Ayahku
juga selalu mengiyakan perkataan saudara tua ayahku itu.” (Ibu Ratna pun sedih
mengenang kisah masa lalunya.”
Pak Jupri:”Non
Ratna, ya Allah Non, sudah lama kita tak bertemu saya kangen Non. Ini siapa, Non Ratna?(berjabat tangan dengan Pak Derman).
Ibu Ratna: “(memegang
Pak Derman) Ini Pak Derman rekan saya! Dan (Memegang Pak Jupri), ini Pak Jupri,
beliau yang mengasuh dan mengawasi saya selama saya sekolah di sini. Oya, Pak
Derman ini akan membantu saya mengubah buku putih itu menjadi berwarna, serta
apa berusaha mengubah suasana nan mencekam di sekolah ini.Pak, saya pinjam
kunci ruang ayah dan bibi Etik ya! ”
Pak Jupri: “Buat
apa, Non?”(sambil merogoh saku yang berisi segepok kunci )
Ibu Ratna: “Santai
Pak, pokoknya saya ingin mengubah mekanisme kerja sekolah ini yang semakin
tahun ini mulai menurun. Pak Jupri tenang saja, kuncinya akan saya kembalikan
nanti sore.Dan saya juga mau pinjam baju Pak Jupri buat penyamaran Pak Derman.”
Pak Derman:
“Apa menyamar?”
Ibu Ratna: “
Iya, Pak Derman harus menyamar dulu untuk memudahkan Bapak menyelidiki kasus
penyelewengan wewenang di sekolah ini. Pak Jupri juga akan membantu. Beliau
tukang sapu sejak aku masih sekolah disini. Pokoknya udah saya atur deh!”
Pak Jupri:
“Iya, saya akan bantu Non Ratna. Beberapa tahun terakhir ini memang prestasi
sekolah ini turun dan banyak siswa kita yang terlibat tawuran, serta kenakalan
remaja lainnya. Kenakalan-kenakalan remaja pun semakin meningkat seperti
begitulah keadaan sekolah kita sekarang, Non. .(menyerahkan kunci) Saya
ambilkan baju saya dulu ya!”
Secepat kilat,
Pak Jupri pun kembali dengan membawa baju dan peralatan kebersihan.
Ibu Ratna: “Tidak
ada waktu lagi! Ganti di sini saja Pak!
Tepat pukul 07.00 semua akan berkumpul di sini untuk mengadakan apel pagi. Ini
aku sudah siapkan kumis palsu.” (berusaha membantu Pak Derman)
Pak Derman:”Piye
iki?” (Pak Derman berbicara dengan logat jawa yang kental)
Pak Jupri :(Melongo
melihat Pak Derman dengan latahannya)” Piye juga pak?Pelan-pelan aja, Pak. Copot….copot
bajunya,”
Adegan V
Seperti
detektif, Ibu Ratna dan Pak Derman yang sudah dalam penyamarannya memeriksa
arsip-arsip di ruang Bapak Kepala Sekolah Candra Aji.
Pak Derman:
“Sepertinya tak ada yang aneh di sini , Na?”
Ibu Ratna:
“Sepertinya iya. Tidak ada yang aneh di sini. Lalu? (mendengar langkah
seseorang) Eh, sebentar sepertinya ada orang yang datang, ayah datang! Pak
Derman cepat keluar.”
Pak Derman:
(Bingung)” Iya saya akan keluar dan memeriksa cara pengajaran di sini.”
Di saat keluar
ruangan, Pak Derman berpapasan dengan Bapak Candra. Jantungnya pun berdetak
cepat takut kalau penyamarannya terbongkar.
Pak Derman:
“Permisi, Pak.”(keluar ruangan)
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Oh, iya. Eh, OB tolong jaga kebersihan sekolah ini!”
Pak Derman:
“Baik, Pak”
Ibu Ratna:
“Ayah…”(menyela pembicaraan untuk membebaskan Pak Derman)
Kepala Sekolah
Candra Aji: ”Ratna, kamu sudah datang? Kenapa tidak langsung ke rumah malah
kemari?”
Ibu Ratna: ”Ayah,
aku kangen ayah. Saya kira ayah sudah pergi ke sekolah jadi aku langsung ke
sini”(sembari berjabattangan dan mencium tangan ayahnya)
Kepala Sekolah
Candra Aji:”Ayah juga kangen.”
Ibu Ratna: :
“Ayah, aku ingin tanya. Kenapa
prestasi sekolah ini menurun. Kata Pak Jupri murid didik di sini banyak yang
terlibat kenakalan remaja.”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Iya, memang! Semenjak ibumu meninggal, ayah tak punya kemampuan lagi
memimpin sekolah ini. Ayah serahkan semua masalah pada bibimu yang menjadi
wakil ayah. Ayah percaya kepada bibi Etik. Setiap ada murid yang nakal itu
karena mereka tak kuat berpisah dengan orang tuanya dan karena tidak mampu
menerima pelajaran di sini.”
Ibu Ratna:
“Lalu, ayah tak memeriksa atau memantau kinerja Ibu Etik? Beliau itukan dulu
itu beliau..”(Ibu Ratna terbata-bata untuk mengatakan bahwa bibinya itu dulu
tidak mendapat warisan karena beliau sangat serakah dan otoriter)
Kepala Sekolah
Candra Aji: “ Sudahlah. Bibi
mu itu sudah berubah kok. Pemikiran kakekmu yang mengira bibimu serakah dan
otoriter itu tidak benar. Prestasi sekolah ini turun mungkin karena anaknya
yang nakal dan pengaruh globalisasi saja.”
Ibu Ratna: “Tapi…Yah,
ijinkan aku meneliti kerja ibu Etik karena menurutku ia penyebab semua ini.”
Kepala Sekolah
Candra Aji: ”Baiklah terserah padamu. Tapi jangan sampai kau salah terka dan
menyakiti hatinya sebelum kau memiliki bukti.”
Adegan VI
Siang itu,
Aryun dan Jaka sedang melancarkan misinya untuk menginjeksi virus ke dalam computer
sekolah untuk menggagalkan tes yang teoritis dari Ibu Etik.
Aryun :“Oke Jak, kita lancarkan misi kita.”
Jaka :”Hem…sudah sepi! Aman.” (sambil berdiri
dan mengawasi)
Aryun :”Kode virus Aryun terbaru keluaran 2011 akan
menghancurkan kau…hahahaha.”
Jaka :”Hus….kaya nenek lampir aja kamu.”
Sementara Jaka
dan Aryun asyik menginjeksi virus, Pak Derman yang masih dalam penyamarannya tak
sengaja melihat, lalu mengawasi Aryun dan Jaka.
Jaka :”Ba…bapak ini siapa?”(merasa takut dan
Aryun berusaha menutupi layar computer)
Aryun :”Iya, bapak ini siapa saya sepertinya baru
pertama kali melihat Bapak?”
Pak Derman: “
Tenang, tak usah takut lanjutkan saja pekerjaan kalian itu. Saya Pak Derman
teman dari guru baru kalian. Oya, kenapa sih
kalian melakukan itu? Jujur saja aku tak akan mengadu. Saya kan hanya OB di
sini.”
Aryun :”Benar?Janji ya!”
Pak Derman
:”Iya. Janji.”
Aryun :” Sebenarnya kita melakukan ini karena kita
kecewa akan pengajaran di sekolah ini. Ibu Etik adalah salah satu indicator.
Beliau pintar namun beliau sangat teroritis. Masak seorang siswa harus
menghafal buku kepribadian dan kepemimpinan alias buku putih terkutuk itu harus
persis tanpa mengurasi satu kata atau mengubah satu katapun. Dan jika kita
tidak hafal kita akan mendapatkan hukuman fisik. Beliau sangatlah otoriter dan
tidak menghargai pendapat kita. Beliau menganggap semua kata-katanya benar.
Selain itu, Beliau sangat pilih kasih dengan anak didiknya. Walaupun anak didik
itu bodoh tapi kaya ia tidak menghukum terlalu berat.”
Pak Derman
:”Ooo, jadi seperti itu? Terima kasih infonya ya. Saya akan melanjutkan tugas
saya.”
Adegan VII
Sebelum tes
Ibu Etik memperkenalkan murid baru yang bernama Shinta, ia anak seorang
pengusaha kayu yang dengan jalur khusus bisa masuk ke sekolah ini. Minatnya di bidang
teknik dihalangi kedua orang tuanya karena mereka ingin, menjadikan Shinta
seorang pejabat yang akan memudahkan bisnis kayunya di masa yang akan datang.
Ibu Etik: “Selamat
pagi, baik anak-anak ini adalah teman baru kalian. Silakan perkenalkan dirimu
kemudian duduk dan ikuti pelajaran dengan tenang.”
Shinta: “Selamat
pagi teman-teman! Good Morning! Perkenalkan nama saya Shinta Mala Dewi. Saya
lahir di Samarinda, 27 September 1994. Ayah bernama Wikan Sinatrio Aji dan ibu
saya bernama Yuanita Dwi. Ayah saya bekerja sebagai pengusaha kayu dan ibu saya
adalah seorang politikus di DPRD. Dan cita-cita saya adalah ingin menguasai
teknik elektronika dan menjadi ilmuan masa depan.”
Ibu Etik:
“Baik terima kasih! Silakan kembali dan hari ini kita akan ulangan seperti yang
telah saya janjikan. Oke, seperti yang telah berlangsung sebelumny silakan
masukan semua buku dan siapkan laptop kalian. Tiap soal akan memiliki durasi
penjawaban 10 detik tanpa pengurangan kata dan penggantian kata. Ulangan kita
mulai.”
Pak Derman mengendap-endap
mengintip suasana belajar di ruang yang kebetulan didapatkan si super power Ibu
Etik sedang memberikan ulangan.
Pak Derman:
“Oh, ini to yang namanya ibu Etik.
Cantik juga ya! (melihat bagian belakang kelas). Wah, kenapa anak-anak itu
mencontek? Pasti ada yang tidak beres dengan cara ajar ibu Etik.”
Ibu Etik : “Anak-anak jangan sampai ada satu
kata pun yang tidak sama. Itu akan merugikan kalian. Jika sudah selesai, kalian
boleh istirahat 10 menit lalu kembali lagi.”
Ibu Etik pun
curiga. Akhirnya ia menghampiri Pak Derman.
Ibu
Etik:”(terbatuk-batuk)Anda ini siapa ya? (Mengitari pak Derman penuh
curiga)Sepertinya saya belum pernah melihat anda. Apa Anda peraturan buku
putih?.”
Pak Derman:
“Hem…”(terbata-bata dan segera meletakkan alat kebersihannya).
Dalam situasi
seperti itu, Ibu Ratna datang dengan ayahnya Candra Aji.
Ibu Ratna:
“Ibu Etik, Ayah ini adalah teman saya namanya Pak Derman, ia yang akan mengajar
ilmu pemerintahan dan bahasa.”
Kepala Sekolah Candra Aji : “Oh, Jadi ini?
Selamat Datang di sekolah kami. Ibu
Etik akan menilai kinerja kamu. Kenapa kamu pakai pakaian sepertiitu?”
Pak Derman:”Hem…”
Ibu Ratna:
“Dia memang suka berakting dan mencari sensasi, Yah!”
Kepala
Sekolah: “Oo…Ya sudahlah. Selamat bekerja di sini dan tolong Bu Etik untuk
memberikan buku putih agar Pak Derman bisa mengikuti adat di sini.”
Pak Derman: “Baik
terima kasih.”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Mana anak-anak? Langsung saja kita lakukan penyambutan sederhana
dan perkenalan kepada anak-anak karena Ratna inginnya seperti itu.”
Ibu Etik:
“Oh,,anak-anak akan kembali sebentar lagi.”
Setelah
anak-anak masuk, perkenalan pun segera di mulai. Suasana tegang sebelum mereka
istirahat pun berubah menjadi penuh kekeluargaan.
Kepala sekolah
Candra Aji: “Anak-anak, kita akan mendapatkan guru pengajar baru. Beliau adalah
Ibu Ratna dan Bapak Derman. Ibu Ratna ini adalah anak saya dan beliau juga
alumnus sekolah ini yang telah mendapatkan pengajaran sarjananya di Eropa. Dan
juga Bapak Derman.”
Ibu Etik:
“Demikian perkenalannya dan saya akan melanjutkan materi siang hari ini.”
Pak Derman
mengitari kelas dan mendekati Jaka serta Aryun yang terlihat takut.
Pak Derman:”(membisikan)Jangan
takut aku ada di pihak kalian.”
Adegan VIII
Shinta yang
sedang asyik mengutak-atik suatu mesin di bilik Asrama membuat Aryun dan Jaka
ingin tahun lebih dekat dengan Shinta. Percakapan antara Aryun, Jaka dan Shinta pun terjadi di bilik Asrama.
Aryun: “Hai,
Shin! Perkenalkan namaku Aryun.Dan ini Jaka. Lagi ngapain tuh?”(sambil berjabat tangan di antara
mereka).
Shinta: “Hai,
senang berkenalan dengan kalian. Ini lho
aku baru mencoba membuat miniature kereta.”
Jaka:
“Miniatur kereta? Buat apa?”
Shinta: “Iya,
aku ingin mencoba membuat kereta api terbang. Dan ini aku baru ingin menghitung
penampang yang harus aku buat, pengaruh tekanan gaya gravitasi dan gaya gesek,
dll deh pokoknya.”
Aryun: ”Wah
keren tuh? Terus kalau kamu ingin membuat seperti itu kenapa kamu masuk ke
sekolah kepemimpinan bukan ke sekolah teknik?”
Shinta: (terpancing
untuk menceritakan segala beban hatinya) “Sebenarnya aku sih kepenginnya
bersekolah di sekolah teknik tapi….”
Aryun: “Tapi
apa? Cerita saja.”
Jaka: “Iya
cerita saja, anggap saja kita teman baikmu.”
Shinta: “Tapi aku
masuk sekolah ini karena ayahnya. Aku sebenarnya tidak suka berpolitik tapi aku
suka sekali science, aku bercita-cita menciptakan kereta api yang bisa terbang.
Orang tuaku pun ingin aku membantu usaha mereka kelak.”
Jaka: “Orang
tuamu pengusaha kan? Kalau memnyuruhmu membantu usaha mereka kenapa kamu tidak
sekolah bisnis?”
Aryun:
“Ih,..Jaka LOLA abis…Loading Lama! Maksudnya itu membantu untuk hubungan dengan
pemerintah biar dimudahkan ijinnya atau biar mereka bisa mendapat perlindungan
pemerintah. Iya ka?”
Jaka:
Hus..kamu itu?”
Aryun: “Eh,
maaf Shinta. Bukan maksudku…”
Shinta: “Iya
tidak apa. Memang benar katamu. Sebenarnya aku tak ingin lakukan itu tapi gara-gara
ibu Etik memperbolehkan aku bersekolah di sini membuat ayahku semakin
memaksaku.”
Aryun: “Ibu
Etik? Kenapa selalu orang itu? Mana
tadi kita dianggap seperti mesin pengetik lagi. Oh…”
Jaka:
“Hus…jangan membicarakan orang tidak baik.”
Shinta:
“Memang benar kok. Baru pertama kali ikut pengajarannya pun aku udah boosan.
Bagaimana kalau kita mengadakan jajak
pendapat di kelas dan menyatukan asa mungkin dengan ini cara pengajaran ibu itu
bisa berubah?”
Aryun: “Boleh
juga tuh. Tapi apa mungkin pengajaran nenek lampir itu bisa berubah?”
Jaka & Shinta: No thing impossible.
Kunfayakun!
Adegan
IX
Hari ini adalah hari pertama Pak Derman mengajar
di sekolah yang mengerikan itu. Ia
pun berusaha dengan metode pembelajaran yang tidak membosankan bagi anak-anak.
Pak Derman: “
Selamat pagi anak-anak! Sudah tahu nama saya kan? Saya Pak Derman, saya
mengajar pelajaran bahasa Indonesia dan ilmu pemerintah. Pada jadwal hari ini
saya akan mengajar bahasa Indonesia. Jangan tegang donk anak-anak! Oke, untuk
itu pada kesempatan awal ini saya ingin menguji ilmu bahasa kalian. Apa itu
bahasa? (Mata Pak Derman mengitari ruangan namun tak ada satu pun siswa yang
menjawab) Apa tidak ada yang tahu? Ayolah anak-anak, kita santai saja, saya
akan mengajar kalian dengan metode asyik yang tidak jadul kok. Bahasa adalah suatu kebiasaan. Kalian berbicara, menulis, atau
mendengarkan itu tandanya kalian sudah belajar bahasa. Baiklah kalau begitu saya ingin tahu apa kata-kata
motivasi hidup kalian?”
Murid 1:
“Hidup..”
Murid 2: “
Jaka : “…”
Shinta:
“Einstein…
Aryun: “Dari
mata sang garuda memandang luas dari langit tertinggi, bersatulah untuk
Indonesia, Pee Wee Gaskin.”
Pak Derman:
“Nah, itu dia. Itu adalah bahasa.
Kata-kata indah yang memotivasi hidup bukan hanya kata-kata para pahlawan atau
penemu. Seorang artis atau seorang yang baru jatuh cinta mampu menghidupkan
bahasa dengan kata indahnya. Untuk menjadi penulis yang baik, kita hanya butuh
kreatifitas dan wawasan yang luas.
Di sisi lain,
Ibu Etik mengawasi pengajaran Pak Derman. Beliau sudah mengira kalau Pak Derman
akan melakukan hal itu. Ketika anak-anak keluar kelas, Ibu Etik pun menghampiri
Pak Derman.
Ibu Etik: “
Pak Derman, Anda ada guru di sini bukan teman anak-anak. Apakah anda sudah
membaca peraturan dibuku putih yang telah saya buat.”
Pak Derman:
“Saya buat?”(menatap curiga).
Ibu Etik: “Oh,
maksud saya buku putih yang berlaku di sekolah ini.(gugup) Di buku itu tertulis
bahwa guru itu harus bersikap berwibawa dan…begitulah tolong dibaca dan jangan
diulangi pengajaran seperti itu karena itu buka pengajaran para pemimpin.”
Pak Derman: “Apakah
pemimpin itu harus dididik dengan keras? Apakah harus dididik dengan sebuah
buku putih nan otoriter, tak mengenal perikemanusiaan yang harus menghukum
fisik segala bentuk pelanggaran? Bukankah Negara ini telah melindungi warganya
dengan UU HAM dan para penegak lain?”
Ibu Etik:
“Jadi bapak menentang saya? Menentang buku putih? Buku putih itu adalah warisan
dari pendiri sekolah ini.”
Pak Derman:
“Saya kira buku itu dibuat untuk dikembangkan sesuai zaman. Kita boleh
mengikutibuku itu tapi kita juga harus mengikuti posisi kita, kita sebagai
orang berpendidikan seharusnya tahu di zaman serba terbuka ini,kita juga harus
mengikuti berputarnya waktu. Mana bisa maju jika sekolah ini seperti ini?”
Ibu Etik:
“Baik terserah bapak tapi jika bapak menentang saya berarti bapak telah
mengibarkan bendera peperangan. Saya tidak suka ada orang yang tidak taat pada
aku. Eh, maksud saya buku putih.”
Pak Derman:
“Buku Putih bukanlah pedoman namun buku itu adalah buku terkutuk yang mengekang
siswa. Permisi, Bu.”(Pak Derman keluar)
Ibu Etik:
“Derman kau adalah batu. Kau tidak mentaati buku yang ku buat itu. Bukan bukuku
yang terkutuk tapi kamulah yang terkutuk.”
Adegan X
Percakapan Ibu
Ratna dan Pak Derman akan kredibilitas buku putih yang digunakan acuhan dalam mempertahankan
kedisiplinan di Sekolah Soedirman.
Pak Derman :
“Na, sepertinya kecurigaan kamu itu benar.”
Ibu Ratna:
“Kecurigaan apa? Yang mana?”
Pak Derman:
“Kecurigaan kepada Ibu Etik. Sepertinya beliaulah yang menyebabkan semua ini
terjadi. Beliaulah yang membuat anak-anak disini banyak melakukan tindakan
pemberontakan dan kenakalan remaja lainnya. Sikap otoriter yang diterapkannya
sunguh tidaklah manusiawi. Dan aku juga curiga bahwa buku putih itutelah
dimanipulasi.”
Ibu Ratna :
“Iya. Kita harus mengungkap semua ini. Kita harus membangun citra sekolah ini
kembali. Membuat prestasi cemerlang dan pemimpin Negara yang berkualitas tinggi
bukan pemimpin yang bersikap rendah seperti para koruptor yang tak
berperikemanusiaan memakan uang rakyat.”
Tiba-tibaa
terdengar dering telepon.
Kring…kring…kring….
Ibu Ratna:
“Biar saya saja, (sambil meraih gagang telepon di kantor ayahnya itu) Selamat
siang, Sekolah Soedirman ada yang bisa saya bantu?”
Ayah Shinta:
“Saya ayahnya Shinta ibu Etik. Saya ingin menanyakan keadaan Shinta dan ingin
mengingatkan janji sesuai di perjanjian bahwa uang plus untuk ibu akan menjamin
nilai-nilai Shinta di sana.”
Ibu Ratna:
“Uang plus?”(sambil member kode pada Pak Derman)
Ayah Shinta:
“Ah, ibu tak usah begitu. Kalau kurang saya akan tambah yang penting Shinta
bisa dapat prestasi yang baik dan masuk ke departemen perhutanan.”
Ibu Ratna:
“Oh, baik. Tapi Bapak tak usah melakukan itu. Keadaan Shinta sangat baik jadi
bapak tenang saja.”
Ayah Shinta:
“Oh..terima kasih Bu!”
Ibu Ratna:
“Baik, sama-sama!(meletakkan gagang telepon)” “Gawat,..Ibu Etik juga telah
melakukan praktek korupsi di sini. Ini sungguh gawat.”
Pak Derman:
“Gawat? Kita bawa ke UGD saja.”
Ibu Ratna: “
Jangan bercanda, Pak. Kita harus cari bukti.”
Pak Derman :
“Kenapa ditunda, itu meja Ibu Etik kosong. Periksa saja.”
Pak Derman dan
Ibu Ratna mencari dokumen yang sekiranya bisa digunakan untuk membuktikan
kejahatan Ibu Etik. Dalam pencarian itu,mereka menemukan arsip penerimaan Shinta
Mala Dewi dan buku putih yang asli.
Ibu Ratna:
“Ganjal. Semua tidak beres. Kenapa ibu Etik melakukan hal tidak terpuji seperti
anaknya dulu.”
Adegan XI
Di kantor, Ibu Etik terlihat gelisah dan memikirkan
sesuatu.
Ibu Etik:
(menangis sambil melihat foto anaknya dan kemudian memeluknya) “Anakku Rangga,
tenang saja. Derman dan Ratna telah menjadi batu untuk perjalanan kita aku akan
membereskan mereka bagaimanapun caranya.”
Tok…tok…tok…
Ibu Etik: “Iya
masuk.”
Aryun:
“Permisi, Bu, apakah ibu memanggil kami?”
Ibu Etik:
“Iya, saya memanggil kalian. Apa
kalian tahu apa sebab kalian aku panggil?”
Jaka &
Shinta: “Tidak, Bu.”
Ibu Etik: “Apa
yang telah kalian lakukan pada computer saya. Apa yang kalian lakukan untuk
mempengaruhi siswa sini. Apa yang kalian rencanakan kemarin di bilik sekolah.”
Aryun: “Kami
hanya ingin memperingatkan dan mengingatkan ibu.”
Ibu Etik:
“Jadi kalian menggurui saya? Kurang ajar kalian.” (memapar anak-anak, di waktu
yang sama Kepala Sekolah Candra Aji melihat tidak kekerasan itu)
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Apa yang sedang kamu lakukan?”
Ibu Etik: “…”
Ibu Ratna dan
Pak Derman pun masuk ruang.
Ibu Ratna:
“Ayah, bibi…”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Ternyata benar perkataan Ratna, aku selama ini telah percaya pada
kamu tapi kenapa kau melakukan semua ini? Anak-anak apa kalian sering
diperlakukan seperti ini?”
Jaka :
“Hem…hem…”
Shinta: “Saya
kurang tahu Pak! Saya murid baru di
sini.”
Aryun: “Iya
Pak. Ibu Etik sering melakukan itu karena hal itu telah termasuk aturan buku
putih Pak. Ibu Etik juga tidak melakukan system demokrasi di kelas. Beliau
sering melakukan tindakan diskriminasi dan beliau juga sangat otoriter karena
kepemimpinan di kelas bukan berasaskan demokrasi.”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Apa? Buku putih? Itu tak benar! Etik, berikan aku alasan kenapa
kamu melakukan itu?”
Ibu Etik:
“Sebenarnya, iya! Sebenarnya aku
melakukan ini karena aku ingin balas dendam.”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Balas dendam? Apa maksudmu? Apa..?”
Pak Derman:
“Tenang..tenang, Pak.”
Ibu Ratna:
“Ayah, aku menemukan bukti perkataanku bahwa ibu Etik penyebab kegagalan dan
kebangkrutan. Ini arsip penerimaan murid yang sangat tidak beres.”
Ibu Etik: “Iya.
Selama ini aku memang telah
menyalahgunakan wewenang. Ayah telah pilih kasih. Apakah aku sebagai
kakak tertua tidak pantas menjadi pemimpin di sini? Lalu selain itu, Anakku,
kau dan keluargamu telah menjebloskannya ke jeruji besi.”
Kepala Sekolah
Candra Aji: ”Tapi apa salahnya? Anakmu itu sudah melakukan tindak korupsi yang
merugikan sekolah sebesar 2,1 Milyar. Lalu apa salah aku melakukannya? Kau
sangat keterlaluan.”
Ibu Etik:
“Kamu yang sangat keterlaluan. Kamu dan
Ayah sama saja. Ayah sungguh pilih kasih. Aku juga telah memalsu buku putih
itu. Maafkan aku.”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Ayah tahu karakter pemimpin yang baik Etik. Jangan kau
menyalahkkan ayah. Tindakanmu sangat keterlaluan, kamu sesungguhnya akan aku
jadikan penggantiku tapi aku kecewa padamu. Jabatan itu akan kuserahkan pada
Ratna.”
Ibu Ratna:
“Ayah…ayah jangan bertindak seperti itu.”
Ibu Etik:
“Maaf. Maafkan aku. Kakak telah baik denganku tapi aku telah menyalahgunakan
kebaikan itu, aku menyesal. Tolong jangan pecat aku.”
Pak Derman:
“Benar Pak! Kita harus selesaikan dengan kepala dingin. Kita juga harus
mengingat dedikasi beliau di sekolah ini.”
Jaka: “Iya,
Pak. Namun sikap tegas yang sering dilakukan itu juga telah mendidik kami.”
Aryun: “Iya,
Pak. Saya mewakili teman-teman juga ingin ibu Etik menjadi Kepala Sekolah,
mungkin sebelum Ibu Ratna yang menjadi.”
Ibu Ratna:
“Iya, Ayah! Bibilah yang lebih pantas terlebih dahulu menjadi kepala sekolah
sebelum aku.”
Kepala Sekolah
Candra Aji: “Baik kamu akan kujadikan Kepala Sekolah dan Ratna sebagai wakil
kamu karena aku sudahtidak sanggup lagi. Aku harap kamu sudah benar-benar
berubah. Kembalikan kesucian dan kekuatan buku putih yang sebenarnya. Jangan
kau menjadi pemimpin otoriter atau tidak menghargai orang. Anak-anak adalah
generasi yang harus kau arahkan bukan kau jadikan mesin auto yang bekerja
sesuai perintah. Biarkan anak-anak berkreasi dan menemukan jati diri.”
Ibu Etik:
“Terima kasih! Aku akan benar-benar berubah. Tindakanku selama ini salah, aku akan perbaiki semua.
Terima kasih atas kepercayaan kalian. Aku akan mengembalikan kekuatan buku
terkutuk itu menjadi buku yang berharga. Menjadikan pemimpin
sejati untuk kemajuan bangsa ini.
Categories:
cerpen